Susu merupakan salah satu bahan pakan yang sarat dengan gizi dalam kehidupan manusia, Untuk mendapatkan bahan pakan ini, manusia berusaha membudidayakan ternak yang mampu memproduksi susu agar kebutuhan akan gizi tersebut dapat dipasok setiap hari.
Salah satu jenis ternak yang mampu menghasilkan susu dalam jumlah yang banyak adalah sapi perah jenis Friesian Holstein (FH) dari Belanda. Keunggulan sapi ini sudah tidak disangsikan lagi, sehingga hampir dibelahan dunia dijumpai jenis sapi ini yang bertujuan untuk menghasilkan susu.
Di Indonesia, sapi ini sudah tidak asing lagi karena negara kita pernah dijajah oleh Belanda dalam waktu yang sangat lama. Salah satu dampak dari akitifitas penjajahan ini yaitu terdapatnya sapi perah peninggalan Belanda khususnya di daerah-daerah sejuk wilayah pegunungan di P Jawa. Keberadaan Sapi Perah FH saat itu untuk memenuhi kebutuhan gizi penjajah agar setap hari mendapatkan susu yang masih segar dan kontinyu namun ada yang pentng lagi yaitu MURAH harganya..
Sapi dipelihara oleh pribumi dengan pengawasan menejemen pemeliharaan oleh Belanda. Pribumi dilarang minum susu karena kalau minum susu dapat menyebabkan diarhe. Dengan tidak mengenalnya rasa susu dan ketidak tahuan akan manfaat susu maka peternak pribumi percaya dan bahkan sampai saat sekarangpun jarang dijumpai peternak dan keluarganya minum susu. Bahkan anak-anak balita yang seharusnya mendapatkan asuan gizi untuk masa depan mereka telah dilupakan. Kasus ini adalah sekelumit tentang dampak negatif dari peninggalan Belanda.
Dampak positi dari peninggalan Belanda adalah terwariskannya menejemen pemeliharaan sapi sampai tingkat kebersihan/penanganan susu. Peternak tahu bahwa pakan sapi perah untuk menghasilkan susu tidak dapathanya bertumpuh pada hijauan saja tetapi harus ditambah pakan tambahan yang biasa disebut konsentrat. Peternak juga tahu bahwa susu harus segera ditangani agar tidak rusak, tetapi penanganan susu hanya terbatas dengan kecepatan pengiriman susu ke konsumen. Kebiasaan inilah sebagian dari aset yang sudah dimiliki oleh peternak kita.
Sapi perah peninggalan belanda tersebut disebut dengan sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH), disebut peranakan karena mungkin sudah terjadi perkawinan silang dengan sapi-sapi local, sehingga performance produksinya sudah mulai menurun.
Perbaikan kualitas bibit sapi perah mulai dirasakan pada tahun 70-an melalui program pemerintah yaitu Panca Usaha Sapi Perah (PUSP) dengan mendatangkan sapi perah dari Australia dan New Zealand. Selanjutnya pada tahun 80-an juga sempat didatangkan sapi perah dari Amerika. Upaya ini terus dilakukan sampai sekarang melalui pola-pola kredit dengan berbagai nama. Melihat situasi yang seperti ini ditunjang dengan perkawinan sapi perah lebih dari 90% menggunakan Inseminsi Buatan (IB), maka sapi perah yang ada di Indonesia mempunyai potensi genetic yang cukup baik. Potensi ini akan muncul bila lingkungan sangat mendukung seperti pakan, agroklimat dan menejemen yang memadai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar